Tuesday, June 14, 2011
BRANDING
Marketing in a Whole NEW World 27 April 2011 Love Is Listening Posted by yuswohady under Branding, Consumer Behavior, Sport Marketing, social media Ini adalah minggu keempat saya menulis seri tulisan Twitter Marketing Is LOVE Marketing, sebuah konsep mengenai pemasaran melalui Twitter. Melalui konsep ini saya ingin mangatakan bahwa strategi pemasaran Anda di Twitter akan sukses kalau Anda terus menebar cinta kepada konsumen Anda di Twitter. Seperti telah saya uraikan sebelumnya, konsep ini mengandung 8 prinsip cinta yaitu: memberi (giving), ngobrol (conversation), mendengar (listening), berbagi (sharing), peduli (caring), empati (empathy), kepercayaan (trust), pertemanan (friendship). Hari ini giliran saya mengulas prinsip yang kedua yaitu: “Love Is Listening”. Perbedaan utama media horisontal seperti Twitter dengan media vertikal seperti TV, radio, atau majalah adalah bahwa media baru ini dapat mendengar (listening). Televisi dan radio adalah “kotak bebal” yang tidak bisa mendengar. Televisi, radio, koran, bahkan billboard di pinggir-pinggir jalan adalah media yang piawai dalam ngomong, tapi tak memiliki kemampuan sedikitpun untuk mendengar. Apa jadinya Anda jika bisanya cuma ngomong doang tanpa bisa dan tanpa pernah mau mendengarkan? Anda akan menjadi “vampire” yang tak punya emosi, tak pernah bisa mengerti, dan tak mampu berempati. Kalau sudah begitu maka kita menjadi mahluk yang tak punya “hati”. Kita akan kehilangan harta karun paling berharga: sisi kemanusiaan kita. Maukah brand Anda dicap dan dipersepsi oleh konsumen sebagai “vampire” yang tak punya empati dan tak pernah peduli? Maukah brand Anda dicap dan dipersepsi oleh konsumen sebagai “tembok yang bebal dan dungu”? Kalau tidak mau, berlatihlah dan berusaha keraslah untuk terus mendengar konsumen Anda. Listening is your job #1. (more…) 23 January 2011 “Andai Aku Jadi Gayus” Posted by yuswohady under Branding, social media [35] Comments Semua pembaca tentu tahu judul tulisan ini adalah lagu yang paling top saat ini di Tanah Air. Sejak di-upload di YouTube seminggu lalu, lagu ini melejit bak meteor. Ditulis dan dinyanyikan seorang mantan napi, Bona Paputungan, lagu ini meroket karena mengusung lirik lagu yang sarat kritik sosial dan penuh kehebohan. Wajar saja karena saat lagu itu di-upload di YouTube Gayus “sang superstar” Tambunan yang menjadi obyek lagu sedang menuai puncak kehebohan. Ya, karena seiring dengan “demam unduh” klip lagu itu di YouTube, hakim menjatuhkan putusan super kontroversial. Saya bukan anggota satgas pemberantasan mafia hukum yang suka nabrak-nabrak pagar. Saya bukan pengamat politik yang suka nglantur dan sok pintar. Saya juga bukan politikus Senayan yang hobinya bikin pansus dan nampang di talkshow TV-TV nasional. Saya nggak ngerti politik, saya hanya ngerti marketing. Karena itu tulisan ini tak bermaksud memperuncing seteru antar kelompok kepentingan yang ramai-ramai menunggangi kasus Gayus. Tulisan ini hanya mencoba menarik secuil pelajaran dari heboh klip “Andai Aku Jadi Gayus”. Ya, karena begitu banyak pelajaran marketing yang bisa kita tuai dari heboh klip tersebut. Berikut ini pelajaran-pelajarannya. #1. World-Famous in 15 Minutes Tahun 1968, Andy Warhol, pelukis pop culture paling kesohor, pernah membuat ungkapan yang legendaris, “In the future, everyone will be world-famous in 15 minutes,” ujarnya. Ketika Warhol mengucapkan itu, tak sebersitpun terpikir di kepalanya sebuah situs bernama YouTube. Tapi seperti kita saksikan bersama, ramalan Warhol itu kini terwujud. Siapapun Anda bisa menjadi terkenal hanya dengan modal kamera genggam dan sedikit kreativitas. Perangkat media sosial seperti YouTube memungkinkan siapapun — tua-muda, kaya-miskin, bahkan seorang mantan napi — untuk menjadi maha bintang. Bagi marketer, ini adalah peluang branding yang luar biasa. Dan seorang Bona Maputungan mampu memainkannya dengan sangat cantik. (more…) 16 January 2011 Brand Building Sepak Bola Nasional Posted by yuswohady under Branding, Sport Marketing [4] Comments Kinilah saatnya membangun brand sepak bola Indonesia. Kenapa saya bilang begitu? Karena lingkaran setan (vicious circle) keterpurukan sepak bola yang tak karuan ujung-pangkalnya kini terlihat mulai bisa diputus. Benang kusut persoalan sepak bola kita pun samar-samar mulai bisa diurai. Menariknya, yang mengurai problem akut sepak bola tanah air ini bukanlah PSSI, bukan LPI, bukan pula SBY apalagi DPR. Yang menyembuhkan sepak bola dari penyakit akut adalah kekuatan besar bernama: pasar. Saya percaya kekuatan pasar akan menjadi kekuatan pendobrak yang menjadikan sepak bola kita makin dewasa, berkualitas, konfiden, dan membanggakan. Dari sudut pemasaran saya mengidentifikasi, ada tiga elemen pasar yang akan menjadikan sepak bola kita berjaya. Pertama adalah konsumen (customer) yaitu para penonton, para fans, para suporter fanatik, para holigan di satu sisi, dan perusahan sponsor dan pemasang iklan di sisi lain. Kedua adalah brand yaitu bisa pemain, klub sepak bola, liga/turnamen seperti LPI (Liga Premier Indonesia) dan ISL (Indonesia Super League), atau bisa juga organisasi pembina sepak bola seperti PSSI. Dan elemen ketiga adalah persaingan (competition) baik antar pemain, antar klub, antar liga/turnamen, atau bahkan antar organisasi pembinanya. Ingat, dalam mekanisme pasar, persaingan akan selalu membawa kebaikan, kedewasaan, dan kemajuan. Ketiga elemen — customer, brand, competition — di atas akan menciptakan keajaiban jika ketiganya membentuk “lingkaran malaikat” (virtuous circle) bukan “lingkaran setan” (vicious circle), saling mendukung dan ber-chemistry satu sama lain. Penonton yang banyak dan perusahaan sponsor yang cukup akan mendukung eksistensi klub dan liga. Pemain, klub, dan liga yang berkompetisi secara sehat dan profesional akan mendongkrak kualitas dan kinerja mereka. Kualitas dan kinerja unggul pada gilirannya akan menarik penonton dan perusahaan sponsor lebih banyak lagi yang kemudian akan menjadikan sepak bola kita lebih maju lagi. Demikian, siklus itu terus berputar seperti luncuran bola salju; dan jika luncuran bola salju ini bergulir makin kencang maka kemajuan sepak bola nasional tak akan bisa terbendung lagi. (more…) 9 January 2011 Brand Religion dan Logo Baru Starbucks Posted by yuswohady under Branding [6] Comments http://www.yuswohady.com | twitter: @yuswohady Dua hari lalu seorang teman di Twitter memberikan link sebuah berita mengejutkan: “Starbucks unveils new logo…” Awalnya agak ragu mempercayai twit tersebut, mengingat logo Starbucks sudah menjadi ikon gaya hidup Amerika sejajar dengan logo Coca Cola, Nike, atau McDonalds, yang rasanya sulit diubah. Namun begitu diklik, betul adanya, logo Starbuck sudah berubah. Di situ terpampang gambar 4 kali perubahan logo Starbucks selama 40 tahun perjalanan bisnisnya, mulai dari logo tahun 1971, 1987, 1992, dan terakhir 2011. Logo baru ini rencananya sudah nempel di cangkir-cangkir Starbucks bulan Maret mendatang bersamaan dengan persis 40 tahun usia kedai kopi ini. Logo baru Starbucks memang tak banyak berubah. Hanya garis lingkaran luar dan dalam berikut tulisan “Starbucks” dan “Coffee” dihilangkan, sehingga yang tersisa hanyalah Siren alias putri duyung dengan rambut yang menjuntai dan ekor di kanan-kiri. Warna hijau, tetap dipertahankan. Walaupun selintas tak berubah banyak, namun saya termasuk orang yang kecewa dengan perubahan logo tersebut. Kenapa? Karena garis lingkaran dan tulisan “Starbucks’ dan “Coffee” merupakan elemen dasar dari logo Starbuks yang iconic tersebut. Saya melihat, dengan logo baru, Starbucks seperti kehilangan “roh”nya. “Kopi” adalah rohnya Starbuck. Rupanya saya tidak sendiri. Menyusul penerbitan logo baru tersebut kemarahan dan protes serentak dilakukan oleh para konsumen fanatik Starbucks di seluruh dunia. Mereka meluapkan kejengkelan dan kemarahan melalui situs resmi jaringan kedai kopi asal Seattle itu. “Siapa orang dungu di balik departmen pemasaran yang mengganti logo tersebut…”, begitu bunyi salah satu komentar. Ada komentar pedas lain, “ini adalah penghamburan waktu, energi, dan uang”. Atau bahkan ada yang meminta penggantian itu dibatalkan, “Dengarlah konsumen Anda dan hentikan mencetak logo baru ini di cangkir-cangkir Starbucks”. Saya meyakini protes logo baru ini melalui jejaring sosial Facebook dan Twitter bakal terus berlanjut. (more…) 4 November 2010 Cult Brand… Ketika Merek Sudah menjadi “KEPERCAYAAN” Posted by yuswohady under Branding [11] Comments Cult brand adalah capaian tertinggi sebuah merek. Merek Anda boleh dikenal di setiap jengkal jagat ini. Merek Anda boleh mengandung asosiasi dan image yang demikian harum Merek Anda boleh memiliki persepsi kualitas kokoh tak tertandingi. Atau, merek Anda diloyali begitu rupa. Tapi semuanya itu belum komplit kalau merek Anda belum menjadi sebuah cult. Cult brand adalah “ultimate destination of a brand” Cult brand adalah UJUNG pengembarangan sebuah merek menuju kesempurnaan. Cult brand adalah sebuah capaian di mana merek Anda menjadi sebuah KEPERCAYAAN. Sebuah KEYAKINAN… sebuah BELIEF. Di mana di atas kepercayaan tersebut terbangun sebuah IKATAN SPIRITUAL antara merek dengan pelanggan. Sebuah ikatan halus yang tak akan bakal memisahkan keduanya… SELAMANYA. Jesper Kunde, seorang pakar merek, menyebutnya: “Brand Religion” – sebuah istilah yang menurut saya berlebihan. Ya, karena menurutnya merek yang mencapai strata ini mampu mengikat “penganut”-nya dengan BELIEF yang sama. Sekali lagi, sebuah ikatan spiritual yang begitu kokoh, tak lapuk ditelan jaman. Ikatan spiritual inilah yang menjadikan pelanggan bisa lantang bilang: ”The brand is me!!!” ”It’s my way of life!!!” “It’s my reason for being” Gila, sampai-sampainya pelanggan bilang BRAND merupakan alasan keberadaanya. Alasan kenapa ia hidup. Seperti lagunya Bon Jovi: ”It’s my LIFE” Harley-Davidson is customer’s LIFE. Facebook is customer’s LIFE Apple is customer’s LIFE. Twitter is tweeps’ LIFE. Slank is fan’s LIFE Ini adalah definisi sederhana saya mengenai cult brand: “Sebuah KOMUNITAS, biasanya ekseklusif, di mana para anggotanya mengikatkan diri — sebuah ikatan “spiritual” — dengan kepercayaan, keyakinan, dan ideologi yang sama” Wow… cult brand adalah komunitas? Ya!!! Komunitas, dimana setiap anggota memiliki SENSE OF DIFFERENCE dari dunia “mainstream” di sekitarnya. Karena merasa berbeda, mereka pun merasakan sebagai mahluk paling spesial di muka buni ini. Komunitas dimana setiap anggota memiliki SENSE OF SECURITY. Mereka merasa aman, tenteram, dan FEEL AT HOME ketika berbaur dengan anggota lain. Komunitas di mana merek memiliki SENSE OF BELONGING yang tinggi, karena itu mau dan berani berkorban (Jihad?… Mungkin!) demi tegaknya ideologi yang mereka pegang bersama. Komunitas dimana mereka memiliki SENSE OF RESPONSIBILITY untuk menjaga nilai-nilai (“common values”) yang menjadi pegangan dan tatanan keluarga besar yang mereka bangun. Secara natural mereka merasakan tanggung-jawab sebagai penjaga tegaknya nilai-nilai bersama tersebut. Komunitas dimana setiap anggota memiliki SENSE OF MEANING. Bergabung di dalam komunitas berarti memaknai hidup, hidup mereka lebih bermakna dengan bergabung di dalam komunitas, mereka mampu mengekspresikan diri sehingga LEBIH menjadi dirinya sendiri. Komunitas dimana setiap anggota memiliki SENSE OF DEVOTION. Bergabung di dalam komunitas berarti MEMPERSEMBAHKAN hidup mereka bagi kebaikan dan kebesaran komunitas. Bagi mereka, bergabung di dalam komunitas adalah, Their GREAT DEVOTION. Komunitas dimana setiap anggota memiliki SENSE OF ACTUALIZATION. Momen-momen bergabung dengan anggota komunitas lain menjadi begitu berharga karena karena di situlah mereka bisa mengaktualisasikan diri. Karena itu cult brand adalah juga media untuk aktualisasi diri, it’s a self-actualization MACHINE. Ingat, ”6S” di atas adalah “harta karun” terpenting bagi merek Anda. Saya menyebut ke-6S tersebut: ”Your PASSPORT to Brand Nirvana”. Kenapa? Kalau Anda mampu membawa pelanggan Anda merengkuh kelima-limanya, maka jalan merek Anda menuju cult brand bakal terwujud. Dan ketika itu terjadi, maka sebuah anugerah tak ternilai akan Anda dapatkan …your brand nirvana. Saat itu juga, barangkali Anda sudah tidak cocok lagi menyebut mereka sebagai PELANGGAN, mereka lebih pas disebut sebagai PENGANUT. They are not CUSTOMERS. They are BELIEVERS.
Labels:
Branding
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment